1. Foreign Direct Investment
Foreign Direct Investment, yaitu investasi jangka panjang yang
ditanamkan oleh perusahaan asing. Investor memegang kendali atas
pengelolaan aset dan produksi. Untuk menarik minat investor asing,
Negara Dunia Ketiga menjalankan berbagai kebijakan seperti liberalisasi,
privatisasi, menjaga stabilitas politik, dan meminimalkan campur tangan
pemerintah. Padahal, kepemilikan asing atas modal sama saja dengan
membentangkan jalan lebar menuju keuntungan dan pelayanan bagi korporasi
transnasional. Mereka mengeksploitasi banyak keuntungan dengan resiko
yang ditanggung oleh Negara Dunia Ketiga.
Contoh Kasus dari FDI (Foreign Direct Investment)
Kasus yang paling menonjol adalah ketika minum Aqua (74% sahamnya dikuasai
perusahaan Danone asal Prancis). Tahun 1997, akibat terjadinya krisis
moneter, PT Aqua mencatat pertumbuhan dibawah 30%. Hal itu disebabkan
perusahaan hanya menghasilkan laba bersih sebesar Rp 7.8 milyar atau
turun sebesar 25% dibandingkan dengan tahun 1996. Selain itu, pendapatan
perusahaan juga turun sebesar 23% dari Rp 220.8 milyar menjadi Rp 179.4
milyar di tahun 1996 (Financial Highlight Aqua, 1997).
Oleh karena itulah, PT Aqua memutuskan untuk menjual sebagian sahamnya
kepada investor asing dalam hal ini adalah French Danone, dengan jalan
melakukan akuisisi saham. Akuisisi saham terjadi ketika sebuah
perusahaan mengakuisisi saham berhak suara dari perusahaan lain dan
kedua perusahaan tersebut tetap beroperasi sebagai entitas hukum yang
terpisah, akibatnya muncul perusahaan induk dan perusahaan anak (Floyd
A.Beams, 2000:2).
Pengambil alihan itu sempat menggemparkan banyak pihak, pasalnya Aqua
merupakan perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang memiliki jumlah
penjualan terbanyak dan paling terkenal. Bagi Danone, Aqua jelas
merupakan AMDK yang menguntungkan. Terbukti produksi Aqua langsung
menyumbang sekitar 12% dari total volume produksi air minum Danone di
seluruh dunia. Dengan pangsa 50%, kini Aqua menjadi pemimpin pasar
AMDK di Indonesia. Akuisisi saham Danone pada PT Aqua di tahun 1998
hanya sebesar 40% dan saat itulah merupakan titik awal perkembangan
pesat PT Aqua, di mana PT Aqua mampu menghasilkan laba bersih sebesar Rp
19 milyar atau bertambah 143% dari tahun sebelumnya.
2.Joint Ventures
Joint Ventures, yaitu kerjasama (partnership) antara
perusahaan yang berasal dari negara yang berbeda dengan tujuan mendapat
keuntungan. Dalam model seperti ini, kepemilikan diperhitungkan
berdasarkan saham yang dimiliki. Jenis alih teknologi ini menjadi
menarik sebab perusahaan-perusahaan asing dapat menghindari terjadinya
nasionalisasi atas perusahaan.
Contoh kasus Joint Ventures di Indonesia
Perusahaan Telkom Indonesia dan Telstra telah merampungkan
sebuah kesepakatan perusahaan patungan (Joint Venture) untuk menyediakan
solusi terintegrasi mulai dari jaringan hingga aplikasi dan layanan di
atasnya (Network Application and Services - NAS) bagi perusahaan
Indonesia, perusahaan multi-nasional dan perusahaan Australia yang
beroperasi di Indonesia.
NAS yang akan disediakan oleh Joint Venture ini akan mendukung
kelangsungan bisnis, efisiensi operasional, peningkatan produktifitas
serta melindungi informasi bisnis sehingga memudahkan perusahaan untuk
lebih fokus terhadap bisnis serta pelanggan utamanya.
Global Enterprise dan Services Group Executive Telstra, Brendon
Riley, mengatakan bahwa Joint Venture ini menyatukan dua penyedia
layanan telekomunikasi dan layanan enterprise terkemuka di kawasan ini
ke dalam sebuah strategic partnership untuk memberikan NAS bagi
perusahaan-perusahaan di Indonesia.
3. Licensing Agreements
Licensing Agreements, yaitu izin dari sebuah perusahaan kepada perusahaan-perusahaan lain untuk menggunakan nama dagangnya (brand name),
merek, teknologi, paten, hak cipta, atau keahlian-keahlian lainnya.
Pemegang lisensi harus beroperasi di bawah kondisi dan ketentuan
tertentu, termasuk dalam hal pembayaran upah dan royalti. Biasanya cara
ini digunakan oleh perusahaan asing dengan mitra Negara Dunia Ketiga.
Cara ini adalah yang paling memungkinkan terjadinya alih pembayaran atau larinya modal dari Negara Dunia Ketiga kepada perusahaan-perusahaan asing.
Contoh Kasus Licensing Agreements di Indonesia
Pemberian lisensi hak cipta dan merek minuman penyegar Cap Kaki Tiga dari perusahaan Singapura Wen Ken Drug Company kepada perusahaan nasional PT Sinde Budi Sentosa. Perjanjian lisensi yang dibuat tahun 1978 tersebut kemudian diakhiri secara sepihak oleh Wen Ken pada tahun 2008 dan diikuti dengan beberapa sengketa HKI antara Wen Ken dengan Sinde, salah satunya adalah sengketa hak cipta atas Logo Cap Kaki Tiga dan Lukisan Badak. Mahkamah Agung dengan Putusan No. 104 PK/PDT.SUS/2011 memberikan hak cipta atas Logo Cap Kaki Tiga dan Lukisan Badak pada Sinde selaku penerima lisensi, dan menyatakan bahwa logo tersebut merupakan ciptaan bersama antara Wen Ken, Sinde, dan Budi Yuwono. MA tidak mengakui Wen Ken selaku pemberi lisensi sebagai satu-satunya Pemegang Hak Cipta atas logo tersebut. Salah satu yang menjadi dasar pertimbangan MA dalam putusannya adalah karena Wen Ken tidak memiliki bukti pendaftaran hak cipta atas logo tersebut, baik di negara asalnya Singapura maupun di negara-negara lain.
4.Turnkey Projects
Turnkey Projects, yaitu membangun infrastruktur dan konstruksi
yang diperlukan perusahaan asing untuk menyelenggarakan proses produksi
di Negara Dunia Ketiga. Bila segala fasilitas telah siap dioperasikan,
perusahaan asing menyerahkan ‘kunci’ kepada perusahaan domestik atau
organisasi lainnya. Perusahaan asing juga menyelenggarakan pelatihan
pekerja dalam negeri agar suatu saat dapat mengambil alih segenap proses
produksi yang dibutuhkan. Kecil kemungkinan terjadi alih teknologi
sebab perusahaan domestik hanya bisa mengoperasikan tanpa mengerti
kepentingan pengembangan teknologi tersebut.